By : Chiko 'Minke' Allende
Kira-kira dua minggu yang lalu, kakak tingkat datang dan masuk ke dalam kelas sambil menanyakan komitmen tentang Makrab atau Malam Keakraban. Dengan caranya yang sok kuasa dan tengilnya, mereka membentak-bentak semua yang ada di kelas. Bahkan bahasa kebun binatang seolah mudah sekali dikeluarkan oleh seorang siswa yang telah mendapat gelar Maha itu.
Makrab memang menjadi kegiatan yang biasa diadakan oleh Unitas atau sebuah kelompok yang berdasarkan kesamaan prodi. Kegiatan ini memang menjadi acara rutin tahunan yang diadakan oleh unitas untuk menyambut mahasiswa baru dengan mengatasnamakan kampus atau memang telah mendapatkan restu dari kampus.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan acara rutin tahunan yang diadakan oleh kakak tingkat untuk mahasiswa baru. Tetapi ajang yang memperkenalkan satu dengan lainnya ini secara tidak langsung, memiliki kegiatan terselubung dalam kegiatan-kegiatannya yang secara tidak langsung juga telah direstui kampus.
Tentu kita tidak sedang membicarakan tindakan kriminalitas seperti perkelahian, narkoba atau lainnya. Karena memang tidak mungkin sefrontal itu dalam kegiatan yang telah mendapatkan restu dari sebuah instansi pendidikan formal selevel universitas. Sayangnya, kegiatan-kegiatan terselubung ini bisa lebih berbahaya daripada perkelahian, narkoba ataupun perbuatan asusila, yaitu doktrinisasi yang berakhir pada munculnya bibit fasis pada mahasiswa baru per-prodi.
Kita tidak sedang membahas doktrin-doktrin tersesat semacam komunisme, ISIS ataupun sekelas Lia Eden dengan agama bentukan barunya. Doktrin yang dimaksudkan adalah sebuah doktrin dimana setelah makrab, seluruh mahasiswa baru di bawah unitas adalah keluarga dan tidak ada unitas lain atau prodi lain sebagus dan sebaik unitas atau prodi mereka. Terlihat bagus memang bagi orang yang telah memiliki kesadaran, ilmu, pengetahuan dan wawasan yang cukup.
Namun dibalik semangat yang dikobarkan dalam menjunjung tinggi unitas atau prodinya maka terdapat doktrin yang sangat mengerikan yang bahkan pada di Jerman hal ini menghabisi nyawa sebagian besar orang yang memiliki ras dan berkeyakinan Yahudi. Secara tidak langsung doktrin bernama Fasisme ini menyebar dalam hal sederhana yaitu keunggulan unitas dan prodinya. Hal ini sekaligus menciptakan pemikiran baru pada mahasiswa-mahasiswa baru bahwa tidak ada yang bisa mengungguli prodi dan unitas mereka, karena prodi dan unitas lainnya tidak memiliki kekompakan.
Solid, secara kebersamaan sangatlah bagus memang tetapi kata solid yang didengungkan dalam Makrab menjadi sebuah doktrin yang sebenarnya menjadi masalah baru. Masalah-masalah ini timbul dari budaya militerisme yang diterapkan dalam makrab, sehingga biasanya para mahasiswa baru, akan bersemangat dan dengan senang hati mengatakan kita keluarga satu sakit, semua sakit dan kita yang terbaik.
Bibit-bibit fasis ini seakan menjadi keresahan baru setelah banyaknya bibit fasis yang berkembang dalam ruang lingkup kehidupan mereka di masyarakat. Dari tentang isu agama hingga ideologi. Sayangnya bibit fasis dalam pemikiran mahasiswa baru ini tidak dapat dicegah oleh Dosen, Dekan ataupun sekelas Rektor. Mereka seolah memberikan peluang untuk bibit fasis dapat hidup dalam pemikiran mahasiswa baru, yang justru belum mengerti apapun.
Mereka yang baru masuk menjadi mahasiswa baru, terhanyut oleh dunia kampus yang memang tak pernah dirasakan di sekolahnya. Hal-hal ini seolah menjadi salah satu saran bagaimana bibit fasis muncul dan bukan tidak mungkin seorang hitler muda muncul dari doktrinisasi tersebut.
Setidaknya yang sadar harus ambil bagian dalam mencegah bibit fasis. Mulailah dari diri sendiri untuk tidak ambil bagian, serta ambillah bagian dari melakukan pencerahan pada mereka yang belum paham. Sementara itu lawan senioritas dalam kehidupan kampus. Bahwa senior lebih merasa unggul dibandingkan mahasiswa baru, adalah pembodohan yang sejak dini dipresentasikan sebagai kekuasaan oleh para senior.