(Sebuah absurd yang ditulis setelah menemukan makna disini )
...kita tak mungkin berlama-lama
bermain dalam kenangan lalu melupakan harapan-harapan yang juga hadir bersamanya...
Jika secangkir kopi terbuat dari harapan yang dituang bersama jiwa-jiwa barista,
Semestinya kita mengenali aroma harapan itu semudah mengenali kental kafein pada tiap sloki espresso...
Kita telah melupakan harapan, dan barangkali menikmati keterluntaan pada proyeksi bernama kenangan...
Kristal waktu yang semestinya sudah lewat. Selesai.
Namun uap kopi seakan memanggil wajah-wajah yang ingin kita temui, membentuk babak-babak lampau yang sedang kita rindui...
Memberi euforia pengulangan, simultan dengan pengelabuan.
Betapa lucunya, ketika kita begitu saja tenggelam pada arus waktu, patuh pada anomali logika, membuat pemakluman pada perasaan yang terus saja tertarik ke belakang: menuju momentum yang sudah waktunya beku.
Kau menyebutnya kenangan, yang lagi-lagi menjadi syarat bagi prosesi ini..
Prosesi yang tidak lagi melibatkan ruang-ruang fisik...
dan mayapada pun mustahil utuh..
Ketika dua manusia yang sama-sama berjarak, namun kembali terlibat dan merasa lekat di bilik imaji bersama kopi masing-masing, bersama kesendirian masing-masing.
Kita saling menghadirkan.
..dan saling menamengkan kenangan sebagai tragedi
Kopi adalah sutradara
Dan kita hanya figuran yang terlalu percaya diri
Lalu siapa yang menjadi pemeran utama?
Subyek segalanya adalah kenangan yang bersisian dengan harapan
Kau benar, kopi semestinya tidak hanya meluapkan kenangan..
Esensi lain dari kopi, adalah harapan..
Bukankah tidak ada pagi yang lebih indah ketimbang pagi yang dimulai dengan pembicaraan tentang mimpi-mimpi? Tentang harapan-harapan?
Dan kita selalu mengemas pembicaraan itu bersama secangkir kopi?
Sebenarnya pagi-kopi-harapan adalah linearitas berulang pada latar beranda, teras, saung, atau tikar bambu
Sudah waktunya kita selesai dari bermain-main dengan kenangan..
Sedikit bagian dari diri kita saling bertukar tempat.
Mengampas pada dasar ingatan.
Jangan pernah kau habiskan... secangkir
hangat harapan dan pekat kental kenangan,
setiap teguknya adalah sayap-sayap yang
dapat melintasi dimensi waktu dan ruang...
Biar saja. Biar tetap ada. Beginilah kita akan saling menyisakan.
Sudah waktunya membebaskan harapan agar melesak dari sesap demi sesap kopi,
Namun cukup berani kah kita untuk memeluk mimpi-mimpi baru?
Mengeliminasi rasa takut akan luka, kecewa?
Bukankah tidak pernah ada kecewa dalam secangkir kopi?
Siapkah masing-masing kita memulai perjudian baru di cangkir kopi selanjutnya? dan kebahagiaan ibarat dadu bermata enam yang menjelma rapal doa-doa kita
: harapan mengenai nasib setelah ini
Pun segala tanya, gundah, khawatir, bahkan ragu yang menyelindap begitu lugu, diantara kepul uap yang seringkali membuat sesak..
..biar saja tetap ada,
menggenapi serangkai proses dari pemaknaan rasa:
Betapa kental.
Pekat.
Tipis.
Atau bahkan tiada.
Habis.
kadang pertanyaan-pertanyaan yang tak butuh jawaban..
Ya, barangkali semua tanya tentang kita adalah retorika
: bahwa jawaban-jawaban itu sebenarnya sudah mengisi pekat udara diantara kita
: trinitas semu
Aku.
Kamu.
Kopi.
Kita hanya perlu melihat lebih cermat, memaknai lebih dalam..
Ternyata tak semua jawaban perlu untuk dibahasakan,
Ia mudah saja tersembul dengan sendirinya, seperti gelembung-gelembung kopi yang bergolak pada titik didihnya
Antara aku dan kamu, ada kopi yang sudah terlanjur dingin, mari kita hangatkan kembali, dengan kenangan dan harapan, atau dengan apapun itu sebelum kita melanjutkan kembali mengisi kesepian masing-masing
Paragrafmu kali ini mirip sepenggal penutup. Tapi ini bukan akhir, hanya akhir yang hampir
Memang tak ada lagi trinitas,
yang sudah harus mengerucut menjadi dualitas:
Aku-kopi
Kamu-kopi
Meski kita berakhir, namun kopi tetap ada, pun unsur kenangan dan harapannya.
Jadi, inikah saatnya kita mengenang dengan bijak? dan mulai percaya.. pada harapanlah jiwa kita menjejak?
~mulai ditulis sejak 2 hari lalu, sebelum kita mengisi kita mengisi kesepian masing-masing
(Bukan curhatan gw xp)
...kita tak mungkin berlama-lama
bermain dalam kenangan lalu melupakan harapan-harapan yang juga hadir bersamanya...
Jika secangkir kopi terbuat dari harapan yang dituang bersama jiwa-jiwa barista,
Semestinya kita mengenali aroma harapan itu semudah mengenali kental kafein pada tiap sloki espresso...
Kita telah melupakan harapan, dan barangkali menikmati keterluntaan pada proyeksi bernama kenangan...
Kristal waktu yang semestinya sudah lewat. Selesai.
Namun uap kopi seakan memanggil wajah-wajah yang ingin kita temui, membentuk babak-babak lampau yang sedang kita rindui...
Memberi euforia pengulangan, simultan dengan pengelabuan.
Betapa lucunya, ketika kita begitu saja tenggelam pada arus waktu, patuh pada anomali logika, membuat pemakluman pada perasaan yang terus saja tertarik ke belakang: menuju momentum yang sudah waktunya beku.
Kau menyebutnya kenangan, yang lagi-lagi menjadi syarat bagi prosesi ini..
Prosesi yang tidak lagi melibatkan ruang-ruang fisik...
dan mayapada pun mustahil utuh..
Ketika dua manusia yang sama-sama berjarak, namun kembali terlibat dan merasa lekat di bilik imaji bersama kopi masing-masing, bersama kesendirian masing-masing.
Kita saling menghadirkan.
..dan saling menamengkan kenangan sebagai tragedi
Kopi adalah sutradara
Dan kita hanya figuran yang terlalu percaya diri
Lalu siapa yang menjadi pemeran utama?
Subyek segalanya adalah kenangan yang bersisian dengan harapan
Kau benar, kopi semestinya tidak hanya meluapkan kenangan..
Esensi lain dari kopi, adalah harapan..
Bukankah tidak ada pagi yang lebih indah ketimbang pagi yang dimulai dengan pembicaraan tentang mimpi-mimpi? Tentang harapan-harapan?
Dan kita selalu mengemas pembicaraan itu bersama secangkir kopi?
Sebenarnya pagi-kopi-harapan adalah linearitas berulang pada latar beranda, teras, saung, atau tikar bambu
Sudah waktunya kita selesai dari bermain-main dengan kenangan..
Sedikit bagian dari diri kita saling bertukar tempat.
Mengampas pada dasar ingatan.
Jangan pernah kau habiskan... secangkir
hangat harapan dan pekat kental kenangan,
setiap teguknya adalah sayap-sayap yang
dapat melintasi dimensi waktu dan ruang...
Biar saja. Biar tetap ada. Beginilah kita akan saling menyisakan.
Sudah waktunya membebaskan harapan agar melesak dari sesap demi sesap kopi,
Namun cukup berani kah kita untuk memeluk mimpi-mimpi baru?
Mengeliminasi rasa takut akan luka, kecewa?
Bukankah tidak pernah ada kecewa dalam secangkir kopi?
Siapkah masing-masing kita memulai perjudian baru di cangkir kopi selanjutnya? dan kebahagiaan ibarat dadu bermata enam yang menjelma rapal doa-doa kita
: harapan mengenai nasib setelah ini
Pun segala tanya, gundah, khawatir, bahkan ragu yang menyelindap begitu lugu, diantara kepul uap yang seringkali membuat sesak..
..biar saja tetap ada,
menggenapi serangkai proses dari pemaknaan rasa:
Betapa kental.
Pekat.
Tipis.
Atau bahkan tiada.
Habis.
kadang pertanyaan-pertanyaan yang tak butuh jawaban..
Ya, barangkali semua tanya tentang kita adalah retorika
: bahwa jawaban-jawaban itu sebenarnya sudah mengisi pekat udara diantara kita
: trinitas semu
Aku.
Kamu.
Kopi.
Kita hanya perlu melihat lebih cermat, memaknai lebih dalam..
Ternyata tak semua jawaban perlu untuk dibahasakan,
Ia mudah saja tersembul dengan sendirinya, seperti gelembung-gelembung kopi yang bergolak pada titik didihnya
Antara aku dan kamu, ada kopi yang sudah terlanjur dingin, mari kita hangatkan kembali, dengan kenangan dan harapan, atau dengan apapun itu sebelum kita melanjutkan kembali mengisi kesepian masing-masing
Paragrafmu kali ini mirip sepenggal penutup. Tapi ini bukan akhir, hanya akhir yang hampir
Memang tak ada lagi trinitas,
yang sudah harus mengerucut menjadi dualitas:
Aku-kopi
Kamu-kopi
Meski kita berakhir, namun kopi tetap ada, pun unsur kenangan dan harapannya.
Jadi, inikah saatnya kita mengenang dengan bijak? dan mulai percaya.. pada harapanlah jiwa kita menjejak?
manisku, aku akan jalan terus, membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru... - Soe Hok Gie
~mulai ditulis sejak 2 hari lalu, sebelum kita mengisi kita mengisi kesepian masing-masing
(Bukan curhatan gw xp)